Ya ampun….! Banjir lagi…banjir lagi…
Ini adalah kali yang kelima dalam tahun 2008 ini dimana kontrakanku terendam “air pemberian” yang melimpah dari Bogor. Hm… jadi kalo dirata-ratakan, hampir satu bulan satu kali. Luar biasa!
Sebenarnya, aku tidak pernah khawatir dengan barang-barang yang aku punyai, kecuali buku-buku yang sudah menggunung. Tiap kali banjir dengan serta merta aku pun memindahkan dan menumpukkan semua buku-buku perpustakaan pribadi ke samping wastafel yang memang lebih tinggi setengah meter dari lantai. Yang paling susah adalah memindahkan lemarinya itu loh..!! Berat oey! Termasuk memindahkan pakaian-pakaian. (walaupun banjir, tapi penampilan tetap dijaga supaya necis). Terakhir adalah memindahkan kasur lipat dan karpet ke atap-atap rumah. Pyuh.. ada yang bisa membayangkan tidak bagaimana aku memindahkan kasur dan karpet yang cukup berat itu ke atap sendirian? Tanpa tangga loh! (untunglah dulu belajar ilmu meringankan tubuh, saat belajar wushu, hahaha.. jangan dipercaya tuh!)
Tapi yang membuatku paling takut adalah, ketakutan kalau ibuku (yang berada di Bandung) mengetahui kalau anak kesayangannya (cie.. ngaku-ngaku anak kesayangan!) kebanjiran lagi. Ibuku memang terlalu perhatian sama anaknya, entahlah mamaku itu mendapat berita dari siapa kalau aku sering kebanjiran, padahal aku sendiri tidak pernah memberitahunya karena takut membuatnya khawatir. Dua pesan dan permintaannya yang selalu aku dengar ketika selalu berbicara lewat telephone (yang selalu mengkhawatirkan keadaanku) :
Pertama, “Pindah kontrakan aja atuh A”.
Yaps ibuku memang begitu perhatian, dan saya pikir semua ibu akan berpikir dan merasakan hal yang sama. Tapi sampai detik ini pun aku masih setia dengan kontrakanku saat ini. Bukan maksud Aa untuk tidak mau menuruti perintah mama, tapi Aa tidak ingin orang lain merasakan kebanjiran. Jika Aa pindah rumah, maka orang lain pasti akan menempati kontrakan itu, dan Aa tidak menjamin orang itu akan betah dan senang tinggal disitu sebagaimana Aa menikmatinya. Jadi biarlah Aa yang mengalami dan menikmati sendiri ^_^
Kedua, “Mana calonnya? Kapan nikahnya A”.
Yaps… kata-kata inilah yang sering diucapkannya, karena mungkin setiap orang tua dapat merasakan bagaimana susahnya hidup sendirian apalagi jauh dari kampung halaman (halah… Jakarta Bandung saja dibilang jauh). Jika ditanya seperti ini, mulutku selalu diam seribu bahasa, tak bergeming. Walaupun hati selalu balik bertanya, Apa lagi sih yang kamu tunggu? Pekerjaan sudah punya! Keilmuan sudah dapat! Yang naksir banyak! (*narsis) Apalagi sih yang ditunggu! Bidadari yang sempurna? (halaaah… itu hanya ada di Surga! Ini dunia bung!)
Tapi yang jelas..! Banjir telah banyak memberikanku pelajaran dan hikmah yang mungkin tidak akan aku dapat dari buku maupun perkataan orang lain. Alhamdulillah.. Terima kasih ya Allah.
alid abdul
7 Mei 2008
Banjir? Lho lho dsini panasnya minta ampyun…
Kawin kawin kawin…
Buruan athu, si mamak uda gag tahan nimang cucu…
Salam ke mamak *bhs sunda apa ya?*
____________________________________________
Donny Reza
8 Mei 2008
Saya juga paling khawatir sama buku dan harddisk kalau terjadi sesuatu jika dibandingkan dengan barang-barang lainnya. Sepertinya permasalahan banjir akan memakan waktu cukup lama untuk Jakarta. Ratakeun heula jeung tanah geura :))
____________________________________________
Thatha
8 Mei 2008
Banjir??? asyik juja tuh…. bawa perahu plastik di kolam renang belakang truz pindah ke jalan raya abis ntu keliling komplek,wah asyik juja ntu…. di tempat tha jarang banjir,kalo panas mah tiaphari….:-(
____________________________________________
Thatha
8 Mei 2008
wew baru baca yang dibawahnya,hehehehe… Nikah??? hakhakhak…. cepetan nikah ja mas trus ntar tha d undang ya?? ntar 7taon lage gantian tha yang undang,hehehehe….
____________________________________________
hanggadamai
8 Mei 2008
diriku juga sering jadi korbannya 😦
____________________________________________
natazya
9 Mei 2008
huehuheuhe ko dari banjir jadinya ke suruh cari istri toh? hihihi
ada ada sajah…
ternyata efek banjir mencakup segala aspek ruparupanya :p
____________________________________________
Thatha
9 Mei 2008
hehehehe…tempat tha terakhir banjir taon 1998 maz… ntupun ampe leher papa tha,wuh ngungsinya mpe ke skul2… tapi tha msh kecil,enak di gendong papa,hehehe…gmana maz perasaannya dapet banjir tiap bulan??
____________________________________________
rina
11 Mei 2008
Kasiannya…
Kl saya jadi mama kamu juga udah pasti cemas, ngapain juga tinggal di daerah banjir kl masih banyak tempat yg bebas banjir.
Mengenai pendamping, kan udah ada calonnya. Nunggu apalagi?? ^_^
____________________________________________
haniifa
11 Mei 2008
@mas insansains
Saya jadi inget sama tulisan sendiri… 😀
Kenapa “Dukhan = Asap” ??
Karena asap bisa dilihat dengan kasat mata… dari matanya “anak tukang bakso”,”penjual bakso”… sampai “ilmuwan penggemar bakso”.
____________________________________________